Keperawatan menjelang Ajal dan Paliatif
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
KLIEN MENJELANG AJAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Seorang perawatan professional dalam
merawat lanjut usia yang tidak ada harapan mempunyai ketrampilan yang multi
komplek. sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan harus mampu memberikan
pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus
menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati.
Dalam memberikan
asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakarotul maut
tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda –beda, bergantung kepada
kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun
keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama
terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga dalam keadaan
krisis ini memerlukan perhatian perawatan karena kematian pada seseorang dapat
datang dengan berbagai cara, dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula
berlangsung berhari-hari. kadang –kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke
hilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Pentingnya
bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan
bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama
perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.Karena peran perawat yang
konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia
mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai
fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal
mungkin sesuai dengan kondisinya.Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat.Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama
untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang
Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.Usia lanjut adalah suatu kejadian yang
pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya
tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai
kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu
optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi
walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan.
Proses menua
manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan mental. Keluhan
yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai
dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya. Apalagi penyakit
stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering
diartikan penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan
lansia mengalami kecemasan menghadapi kematian.
Perawatan paliatif adalah semua
tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama terutama yang tidak
mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif antara lain
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek
psikologis, sosial, dan spiritual.Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai
kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan
paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir
hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh dokter bahwa
lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh
(mis., menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan
menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika
pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis
pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal, kanker,
stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural
dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang medis dan keperawatan, memungkinkan diupayakan berbagai
tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia,
sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri
hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan pendekatan
holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas
hidup adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan
perasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar
dapat menikmati kesenagngan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya,
paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi, perawatan paliatif
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan
motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang
dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
Lansia
adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal,
seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan
tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka
harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial,
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Menjelang ajal adalah bagian dari
kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir.
Pengertian
sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak dapat lagi
atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh.
Pengertian
kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya,
tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan beberapa reflek,
serta tidak ada kegiatan otak.
Penyebab
kematian:
1. Penyakit
a.
Keganasan (karsinoma
hati, paru, mammae).
b.
Penyakit kronis,
misalnya:
·
CVD (cerebrovascular
diseases)
·
CRF (chronic renal
failure (gagal ginjal))
·
Diabetes militus (ganggua)
·
MCI (myocard infarct
(gangguan kardiovaskuler) )
·
COPD (chronic
obstruction pulmonary diseases)
2. Kecelakaan
(hematoma epidural)
B.
CIRI / TANDA KLIEN
LANJUT USIA MENJELANG KEMATIAN
1. Gerakan
dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai pada
anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerak
peristaltic usus menurun.
3. Tubuh
klien lanjut usia tampak menggembung.
4. Badan
dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.
5. Kulit
tampak pucat, berwarna kebiruan / kelabu.
6. Denyut
nadi mulai tidak teratur.
7. Nafas
mendengkur berbunyi keras (stidor) yang disebabkan oleh adanya lender pada
saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia.
8. Tekanan
darah menurun.
9. Terjadi
gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).
(Keperawatan. Gerontik & geriatrik, H. wahjudi
Nugroho, B. Sc.,SKM 2008)
C.
TAHAP KEMATIAN
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan
secara tetap, tetapi saling tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia
melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu. Apa bila tahap
tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut
usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama
dan cermat.
1. Tahap
pertama (penolakan)
Tahap
ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan
komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau
menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh
oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin
sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang
telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam
sumber professional dan nonprofessional dalam upaya melarikan diri dari
kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.
2. Tahap
kedua (marah)
Tahap
ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien
lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap
perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka
lakukan.pada tahap ini, klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan
hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini merupakan mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih mengaggap hal
ini merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme
pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus
hati-hati dalam member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap kematiaan
yang perlu diungkapkan.
3. Tahap
ketiga (tawar-menawar)
Kemarahan
biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat menimbulkan kesan dapat menerima
apa yang sedang terjadi pada dirinya.Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini
bnyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum
maut tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang
ditinggalkan.
Selama tawar-menawar, permohonan
yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum
selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia
mempunyai permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi
kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan
memenuhi permohonan itu karena membuat klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
4. Tahap
keempat (sedih/depresi)
Hal
ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia sedang dalam
suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan
sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus
meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang dinikmatinya. Selama tahap ini,
klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya
bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang
melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Tahap
kelima (menerima/asertif)
Tahap
ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut
usia telah membereskan segala urusan
yang belum selesai dan mungkin dan mungkin tidak ingin bicara lagi karena sudah
menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan lewat dan tibalah
saat kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap
meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah
pada maut bukan berarti menerima maut.
D.
PENGARUH KEMATIAN
Pengaruh
kematian terhadap keluarga klien yang lanjut usia:
1. Bersikap
kritis terhadap cara perawat
2. Keluarga
dapat menerima kondisinya
3. Terputusnya
komunikasi dengan orang yang menjelang maut
4. Penyesalan
keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa
sedih
5. Penglihatan
tanggung jawab dan beban ekonomi
6. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut
dapat memperbesar bebab emosi keluarga.
7. Mempersoalkan
kemampuan tim kesehatan
Pengaruh
kematian terhadap tetangga / teman:
1. Simpati
dan dukungan moral
2. Meremehkan
/ mencela kemampuan tim kesehatan
Pemenuan
kebutuan klien menjelang kematian
1. Kebutuan
jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang.
Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia (mis: sering
mengubah posisi tidur, perawtan fisik, dan sebagainya).
2. Kebutuhan
emosi.untuk menggambarkan unggkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam
menghadapi kematian.
a.
Mungkin klien lanjut
usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan yang timbul akibat menyadari
bahwa dirinya bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian).
b.
Mengkaji hal yang
diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya, lanjut usia ingin
memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan kemudian hari. Bila
pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak. Ingat, tidak semua
orang senang membicarakan kematian.
c.
Mengkaji pengaruh
kebudayaan atau agama terhadap klien.
Pertimbangan
khusus dalam perawatan:
1. Tahap
I (penolakan dan rasa kesendirian)
Mengenal atau mengetahuai proses bahwa
ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut.
a.
Beri kesempatan kepada
klien lan jut usia untuk mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b.
Memfasilitasi klien
lanjut usiadalam menghadapi kematian. Luangkan waktu 10 menit sehari, baik
dengan bercakap-cakap atau sekedar bersamanya.
2. Tahap
II (marah)
Mengenal atau memahami tingkah laku
serta tanda-tandanya.
a.
Beri kesempatan kepada
klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata.
b.
Ingat bahwa dalam
benaknya bergejolak pertanyaan, “ mengapa hal ini terjadi pada diriku?“
c.
Seringkali perasaanm
ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia
bertingkah laku.
3. Tahap
III (tawar-menawar)
Menggambarkan proses yang berusaha menawar waktu.
a.
Klien lanjut usia untuk
mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “ saya…”
b.
Beri kesempatan kepada
klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan tawar-menawar.
c.
Tanyakan kepentingan
yang masih ia inginkan. Cara ademikian dapat menunjukkan kemampuan perawat
untuk mendengarkan ungkapan perasaannya.
4. Tahap
IV (depresi)
Lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin
menolak lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedian akan
kematian itu sudah membayanginya.
a.
Jangan mencoba
menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan
takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal ini
merupakan ungkapan pengekpresian kesedihannya. Anda boleh saja ikut berduka
cita.
b.
“ apakah saya akan
mati?” sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia tersebut hanya sekedar mengisi dan menghabiskan waktu untuk
membincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia
menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Biasanya klien lanjut
usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Apakah anda
merasa akan meninggal dunia?
5. Tahap
V
Membedakan antar sikap menerima kematian
dan penyerahan terhadap kematian yang
akan terjadi. Sikap meneriama: klien lanjut usia telah meneriama, dapat
mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak akan menolak. Sikap menyerah:
sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia
tahu bahwa hal ini akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.
a.
Luangkan waktu untuk
klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam sehari). Sikap keluarga akan
berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk
mendiskusikan mereka.
b.
Beri kesempatan kepada
klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini
akan member ketenangan dan perasaan aman.
E.
HAK ASASI PASIEN
MENJELANG AJAL
Lanjut
usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati. Lanjut
usia,
1. Berhak
untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja berubah.
2. Berhak
untuk dirawat oleh mereka yang dapat
menghidupkan terus harapan, walaupun dapat berubah.
3. Berhak
untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan
cara sendiri.
4. Berhak
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
5. Berhak
untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan, walaupun
tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan member rasa nyaman.
6. Berhak
untuk tidak mati dalam kesepian.
7. Berhak
untuk bebas dalam rasa nyeri.
8. Berhak
untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
9. Berhak
untuk tidak ditipu.
10. Berhak
untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima kematian.
11. Berhak
untuk mati dengan tenang dan terhormat.
12. Berhak
untuk mempertahankan individualis dan tidak dihakimi atas keputusan yang
mungkin saja bertentangan dengan orang
lain.
13. Membicarakan
dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
14. Berhak
untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan di hormati sesudah mati.
F.
KEPERAWATAN PALIATIF
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif
tidak berbentuk kerucut,melainkan lebih berbentuk lingkaran dengan pasien
sebagai titik sentral. Kunci keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada
tanggung jawab setiap anggota tim,
sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya,sehingga setiap kali
pimpinan berganti,tugas profesi masing masing tidak akan terganggu.
Keberhasilan keperawatan paliatif pada pasien lanjutusia satu akan menjadi
pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penanggulangan gejala
yang sama pada pasien yang lain.
Tugas tim perawatan paliatif sebagai
penyeimbang di antara keduanya.keluarga pasien ( lanjut usia yang menderita
kanker) adalah subjek suasana tegang dan stress,baik fisik maupun secara
psikologis, serta ketakutan dan kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya.
Dari pengamatan yang dilakukan,di peroleh hasil bahwa sikap/kebutuhan keluarga
adalah :
1. Ingin
membantu lanjut usia sepenuhnya
2. Ingin
mendapat informasi tentang kematian
3. Ingin
selalu bersama lanjut usia
4. Ingin
mendapatkan kepastian bahwa pasien tetap nyaman
5. Ingin
mendapat informasi tentang perkembangan lanjutan usia
6. Ingin
melepaskan/ mencurahkan isi hati
7. Ingin
mendapatkan dukungan dan pendampingan anggota keluarga/ kerabat lain.
8. Ingin
diterima,mendapat bimbingan,dan dukungan dari para petugas medis/ perawat.
Pengamatan tersebut di dukung dengan
beberapa pernyataan,meyakinkan bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi
segalanya bagi lanjutan usia. Yang juga perlu di selenggarakan adalah manajemen
dalam keluarga,untuk mengatur giliran jaga,mengatur pendanaan,memenuhi
kebutuhan fasilitas lanjut usia,dan lain lain.Pada kenyataannya,lanjut usia
dapat di ajak diskusi untuk dimintai pertimbangannya. Dampak positifny adalah
lanjut usia merasa di anggap dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya. Kelelahan
fisik dan psikis pada anggota keluarga sering mengakibatkan penurunan kualitas
pelayanan perawatan di rumah. Bila hal ini terjadi,sebaiknya untuk sementara
waktu lanjut usia “di titipkan” di rumah sakit member kesempatan kepada keluarga
untuk beristirahat. Dukungan pada keluarga saat masa sulit sangat penting,yaitu
:
1. Pada
saat perawatan
2. Pada
saat mendekati kematian
3. Pada
saat kematian
4. Pada
saat masa duka
Beban sulit di rasa berat bila lanjut usia
di rawat. Namun,hal tersebut akan menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia
telah meninggalkan dan adanya rasa puas karena keluarga telah member sesuatu
yang paling berharga bagi lanjut usia.,termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan
dengan lanjut usia akan tetap berkesan bagi keluarga yang di tinggalkanya.
Hal yang terakhir ini terungkap pada saat
kunjungan masa duka oleh anggota tim perawatan paliatif. Silaturahmi dapat
berlanjut dalam bentuk kesediaan keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat di
simpulkan bahwa perawatan tim paliatif merupakan suatu proses perawatan yang
cukup kompleks. Pendekatan holistic (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan
mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh factor
fisik,psikis,sosial,spiritual,dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak
dapat di jamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas
ilmu,kualitas karya, dan kualitas perilaku,serta pertimbangan etika dalam
pelaksanaannya. Perawat/ tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan
serta mengacu kutipan dame cecely saunders “ your metter because are you,you
matter to the last moment of your life,and we will do all we can,not only to
help you die peacefully,but to live until you die”.
G.
PENATALAKSANAAN
1. Disiapkan
sesuai agama dan kepercayaan.
Pasien didampingi oleh keluarga dan petugas. Usahakan pasien
dalam keadaan bersih dan suasana tenang.
2. Keluarga pasien
diberitahu secara bijaksana.
Memberi penjelasan kepada keluarga tentang keadaan pasien.
Berikan bantuan kepada keluarga klien untuk kelancaran pelaksanaan upacara
keagamaan.
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian
pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan
aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial
lainnya.Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data
psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode “PERSON”.
a. MetodePerson.
ü P:
Personal Strenghat
Yaitu: kekuatan seseorang
ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
Contoh yang positif:
Bekerja ditempat yang menyenangkan
bertanggung jawab penuh dan nyaman, Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan
sehari-hari.
Contoh yang negatif:
Kecewa dalam pengalaman hidup.
ü E:
Emotional Reaction
Yaitu reaksi emosional yang
ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif:
Binggung tetapi mampu memfokuskan
keadaan.
Contoh yang negatif:
Tidak berespon (menarik diri)
ü R: Respon
to Stres
Yaitu respon klien terhadap situasi
saat ini atau dimasa lalu.
Contoh yang positif:
·
Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.
·
Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan
olah raga.
Contoh yang negatif:
·
Menyangkal masalah.
·
Pemakaian alkohol.
ü S: Support
System
Yaitu: keluarga atau orang lain yang
berarti.
Contoh yang positif:
·
Keluarga
·
Lembaga di masyarakat
Contoh yang negatif:
Tidak mempunyai keluarga
ü O: Optimum
Health Goal
Yaitu: alasan untuk menjadi lebih
baik (motivasi)
Contoh yang positif:
·
Menjadi orang tua
·
Melihat hidup sebagai pengalaman positif
Contoh yang negatif:
·
Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat
·
Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik
ü N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh
mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif:
·
Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.
Contoh yang negatif:
·
Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.
·
Menunda keputusan.
b.
Tanda vital
Perubahan
fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan,denyut nadi,pernapasan,dan
tekanan darah. Mekanisme fisiologi yang mengaturnya berkaitan satu sama lain.
Setiap perubahan fungsi yang berlainan dengan keadaan yang norml dianggap sebagai indikasi yang penting
untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
c.
Tingkat kesadaran
1.
Komposmentis : sadar sempurna
2.
Apatis : tidak ada
perasaan/ kesadaran menurun (masa bodoh)
3.
Somnolen : kelelahan (
mengantuk berat)
4.
Soporus : tidur lelap
patologis(tidur pulas)
5.
Subkoma : keadaan tidak
sadar/hampir koma
6.
Koma : keadaan
pingsan lama disertai dengan penurunan daya
reaksi ( keadaan tidak sadar walaupun di rangsang
dengan apa pun/ tidak dapat disadarkan).
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1)
Ansietas/ ketakutan individu , keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan
kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
2)
Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan
kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri
dari orang lain.
3)
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh
dengan stres ( tempat perawatan ).
4)
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian
3. INTERVENSI
(RENCANA KEPERAWATAN)
Dx. Keperwatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Ansietas/ketakutan
individu , keluarga yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak
dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperwatan diharapkan ansietas klien dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
·
Klien tidak cemas lagi.
·
Klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup.
|
1. Bantu klien untuk mengurangi
ansietasnya.
2. Kaji tingkat ansietas klien :
rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang.
3. Dorong keluarga dan teman untuk
mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka.
4. Berika klien dan keluarga
kesempatan dan penguatan koping positif
|
1.
Ansietas
cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan
ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik
2.
Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak
akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan
ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3.
Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn
kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4.
Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan
renson koping positif yang akan datang
|
Berduka
yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan
fungsi, perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan berduka klien dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
Klien
penyakit terminal merasa tenang menghadapi sakaratul maut.
|
1. Berikan kesempatan pada klien da
keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka
, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi
yang umum dan sehat.
2. Berikan dorongan penggunaan
strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa
lalu.
3. Berikan dorongan pada klien untuk
mengekpresikan atribut diri yang positif
4. Bantu klien mengatakan dan
menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur.
5. Tingkatkan harapan dengan
perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan
|
1.
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota
keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi
tersebut.
2.
Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan
masalah.
3.
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan
penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4.
Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat
dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5.
klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan missal: Membantu berdandan, Mendukung fungsi kemandirian
|
Perubahan
proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut akan hasil (
kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan perubahan proses keluarga dapat tertasi dengan
kriteria hasil:
Stress
keluarga terhadap gangguan kehidupan klien berkurang.
|
1. Luangkan waktu bersama keluarga
atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati.
2. Izinkan keluarga klien atau orang
terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran.
3. Anjurkan untuk sering berkunjung
dan berpartisipasi dalam tindakan perawan.
4. Konsul dengan atau berikan rujukan
kesumber komunitas dan sumber lainnya
|
1.
Kontak yang sering dan mengkomuikasikan sikap perhatian
dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2.
Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi
ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk
mengatasinya.
3.
Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
4.
Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan
financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga
|
Resiko
terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang prifasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan resiko distress spiritual dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
Tidak
terjadi distres spiritual.
|
1. Gali apakah klien menginginkan
untuk melaksanakan ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang
memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya.
2. Ekspesikan pengertrian dan
penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau
spiritual klien.
3. Berikan prifasi dan ketenangan
untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan
untuk berdo’a bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan
|
1.
Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau
praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan
dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2.
Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3.
Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan perenungan.
4.
Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan
yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya
|
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho.Wahyudi.
2008. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC
Nugroho.Wahyudi.
2000. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC
0 komentar: