Hutan Kemasyarakatan
Hutan merupakan ekosistem terbesar makhluk hidup yang ada di bumi ini.
Awalnya bumi hanyalah berisi daratan yaitu hutan dan juga perairan seperti lautan, sungai dan muara.
Sehingga banyak tanaman yang mengisi
bumi dan bumi masih berwarna hijau. Namun, seiring dengna berkembangnya
jaman manusia mulai membludak jumlahnya dan hutan ditebang untuk tempat
tinggal dan daerah perkotaan.
Hal ini tentu semakin mengkhawatirkan, mengingat hutan merupakan sumber paru-paru dunia yang menghasilkan banyak oksigen.
Untuk itu, pemerintah Indonesia sebagai
pengelola yang sadar akan negaranya yang kaya dengan hutan membuat
beberapa kebijakan yang mungkin dapat dilakukan bersamaan agar hutan
tetap terjaga. Tentunya melibatkan masyarakat yang tinggal dekat dengan
wilayah hutan.
Pengertian dan definisi hutan kemasyarakatan
Hutan Kemasyarakatan adalah Hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Pemberdayaan Masyarakat Setempat adalah: upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pertama, perum perhutani membuat kebijakan mengenai sistem hutan kemasyarakatan.
Pemberdayaan Masyarakat Setempat adalah: upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pertama, perum perhutani membuat kebijakan mengenai sistem hutan kemasyarakatan.
Hutan ini adalah suatu kegiatan
pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mendukung kesejahteraan hidup
masyarakat sekitar hutan dengan mengutamakan fungsi kelestarian
lingkungan hutan.
Umumnya hutan ini dibangun diatas tanah
milik negara. Program ini terbentuk karena ingin mengatasi masalah erosi
dan kemunduran kesuburan tanah serta banyak hilangnya hutan-hutan
lindung di Indonesia.
Program ini dilakukan di berbagai tempat khususnya pulau Jawa yang semakin hari semakin padat.
Ada beberapa percontohan yang dibentuk oleh program dan lembaga hutan kemasyarakatan, yaitu:
- Unit percontohan usaha pertanian menetap (UP-UPM). Dengan tujuan untuk memperkenalkan usaha tani lahan kering terpadu kepada petani yang ada dan masih menerapkan sistem tradisional. Terutama petani yang masih melakukan ladang berpindah. Luasan satu unit UP-UPM sebesar 20 hektar atau yang dikerjakan oleh 10 rumah tangga/kepala keluarga. Nah disisi lainnya unit percontohan ini menggunakan hutan kemasyarakatan.
- Unit percontohan usaha pelestarian sumberdaya alam atau disebut UPSA. Dengan menggunakan intensifikasi usaha tanah kering maka diberikan luasan lahan sebesar 10 hektar saja. UPSA juga menggunakan percontohan usaha tani lahan kering. Dengan melakukan pembuatan teras pada lereng gunung, dan memperhatikan daya dukung lahan. Terutama lahan-lahan marjinal dan kurang subur untuk petani.
Pengertian dan definisi hutan rakyat
Hutan rakyat memiliki arti hutan-hutan yang dibangun dan dikelolah oleh rakyat tersebut.
umumnya hutan rakyat berdiri diatas
tanah milik atau tanah adat. Walaupun terkadang ada beberapa hutan yang
berdiri di atas tanah milik negara dan dalam pengawasan negara.
Hutan rakyat umumnya ditanami oleh
berbagai tanaman hutan, dan tak jarang dikombinasi dengan tanaman
semusim seperti wanatani atau dikenal dengan sebutan agroforestri.
Hutan rakyat sendiri terbagi menjadi berbagai jenis, yaitu :
- Hutan adat atau hutan desa adalah hutan yang dibangun oleh rakyat di atas tanah milik bersama, umumnya dikelola untuk tujuan-tujuan bersama atau untuk kepentingan komunitas setempat saja.
- Hutan milik yaitu hutan rakyat yang dibangun di atas tanah milik rakyat. Hutan ini ternyata cukup banyak ditemukan di wilayah pulau jawa.
- Hutan kemasyarakatan adalah hutan yang dibangun diatas lahan milik negara, sehingga hutan kemasyarakatan ini termasuk hutan rakyat. Hutan rakyat diawasi oleh negara namun umumnya dikelola oleh masyarakat karena hasilnya dapat dimanfaatkan namun hutan tetap terjaga kelestariannya dan terhindar dari pemanfaatan pribadi karena terawasi. Umumnya dengan cara membentuk koperasi atau usaha tani, hutan kemasyarakatan di manfaatkan. Sekelompok warga membentuk usaha ini untuk kelancaran hutan kemasyarakatan.
Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah
satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk
menekan laju deforestasi di Indonesia dengan melibatkan masyarakat, di
samping Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat. Banyak pihak memandang
kebijakan ini sebagai pengakuan negara terhadap pengelolaan hutan oleh
rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjaga kelestarian alam
dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak
hanya memiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi.
Selain mengulas tentang kerangka
kebijakan dan prosedur perizinan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Peran hutan
kemasyarakatan dalam memperkuat hak kelola rakyat dan mengurangi
konflik kehutanan serta tantangan dalam pelaksanaannya. Artikel ini
diharapkan mampu menjadi jendela informasi bagi masyarakat sekitar hutan
untuk memperoleh hak kelolanya dan sekaligus mendorong percepatan
pencapaian target pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Indonesia.
KERANGKA KEBIJAKAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan
negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat
dilihat sebagai upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
agar mereka mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan
adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka
kesejahteraan masyarakat.
HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan
lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak atau izin dalam
pemanfaatan hasil hutan dimana kawasan tersebut menjadi sumber mata
pencaharian masyarakat setempat. Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm
(IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan diperpanjang sesuai
dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm diperuntukkan bagi masyarakat
miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan serta
menggantungkan penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan.
Pelaksanaan HKm dapat dipilah dalam 3
tingkatan: pertama, penetapan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
(Kementerian Kehutanan); kedua, perizinan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah (Bupati/Walikota/Gubernur); dan ketiga, pengelolaan di lapangan
yang dilakukan oleh kelompok masyarakat pemegang izin usaha pemanfaatan
hutan kemasyarakatan.
PRINSIP HUTAN KEMASYARAKATAN (Hkm)
Prinsip Hkm adalah:
- tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan;
- pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman;
- mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya;
- menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa;
- meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan;
- memerankan masyarakat sebagai pelaku utama;
- adanya kepastian hukum;
- transparansi dan akuntabilitas publik; dan
- partisipatif dalam pengambilan keputusan.
TUJUAN HUTAN KEMASYARAKATAN (Hkm)
Tujuan Hkm adalah:
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.
Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja HKm adalah:
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
dengan ketentuan:
- belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan;
- menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat;
- dalam hal yang dimohon berada pada hutan produksi dan akan dimohonkan untuk pemanfaatan kayu, mengacu peta indikatif arahan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu.
PROSEDUR PERIZINAN dan PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)
Untuk melaksanakan HKm ada empat tahapan perizinan yang dibutuhkan, yaitu
a. Permohon IUPHKm;
b. Penetapan Area Kerja HKm;
c. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm); dan
d. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam HKm (IUPHHKHKm).
a. Permohon IUPHKm;
b. Penetapan Area Kerja HKm;
c. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm); dan
d. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam HKm (IUPHHKHKm).
Permohonan IUPHKm pertama kali diajukan
oleh kelompok/koperasi masyarakat dalam bentuk surat permohonan yang
diajukan kepada Bupati/Walikota untuk lokasi di dalam satu wilayah
kabupaten/kota atau kepada Gubernur untuk yang berlokasi lintas
kabupaten/kota. Di dalam surat tersebut dilampirkan proposal permohonan
IUPHKm, surat keterangan kelompok dari Kepala Desa/Lurah, dan sketsa
area kerja yang dimohon (memuat letak areal beserta titik koordinatnya,
batasbatas perkiraan luasan areal, dan potensi kawasan hutan).
Selanjutnya Bupati/Walikota atau
Gubernur meneruskan permohonan kelompok masyarakat tersebut kepada
Menteri Kehutanan (Menhut) dengan menerbitkan surat usulan penetapan
areal kerja (AK) HKm. Surat tersebut dilengkapi dengan peta digital
calon AK HKm skala 1 : 50.000, deskripsi wilayah dan daftar nama anggota
kelompok masyarakat pemohon yang diketahui camat dan kepala desa.
Setelah usulan Bupati/Walikota/Gubernur
diterima Menteri Kehutanan, kemudian Kemenhut menugaskan Tim Verifikasi
ke lokasi pemohon untuk melihat secara langsung kondisi calon areal HKm
dan kelompok masyarakat pemohon. Tim Verifikasi terdiri dari unsur
Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (BPDASPS), Ditjen
Planologi Kehutanan (Planhut), BPDAS, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas
Kehutanan Kab/Kota setempat. Hasil Tim berupa Berita Acara Hasil
Verifikasi Usulan HKm yang ditandatangani oleh seluruh anggota Tim dan
diketahui oleh Kepala Dishut Propinsi dan Kab/kota setempat. Verifikasi
meliputi keabsahan surat Kepala Desa/Lurah tentang keberadaan kelompok
dan anggotanya, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya
hutan, dan kesesuaian antara areal yang dimohonkan (hutan produksi dan
hutan lindung) dengan luas areal yang diusulkan dan tidak dibebani hak.
Hasil verifikasi kemudian diteruskan
kepada Menteri Kehutanan (Menhut) untuk mendapatkan penetapan Areal
Kerja HKm. Areal kerja HKm merupakan satu kesatuan hamparan kawasan
hutan yang dapat dikelola oleh kelompok atau gabungan kelompok
masyarakat setempat secara lestari. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan
sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung
dan kawasan hutan produksi dengan ketentuan belum dibebani hak atau izin
dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat setempat.
Jika persyaratan terpenuhi, tim
merekomendasikan calon lokasi HKm sebagai Areal Kerja (AK) HKm, dimana
Ditjen BPDASPS meminta Ditjen Planologi untuk menelaah dan menyiapkan
Peta AKHKm untuk kemudian ditandatangani oleh Menhut. Setelah Peta AK
HKm selesai disiapkan, selanjutnya Ditjen BPDASPS menyampaikan
draft/konsep Surat Ketetapan (SK) Menhut tentang Penetapan AK HKm
melalui Sekretariat Jenderal Kemenhut.
Setelah mendapatkan penetapan areal
kerja HKm, langkah berikutnya adalah Bupati segera memproses dan
mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bagi
kelompok, yaitu izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya
hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi.
IUPHKm pada HUTAN LINDUNG meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Sedangkan pada HUTAN PRODUKSI meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,
penanaman tanaman hutan berkayu, pemanfaatan jasa lingkungan,
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu, dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu.
IUPHKM bukan merupakan hak kepemilikan
atas kawasan hutan. IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau
digunakan untuk untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang
telah disahkan, serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan.
Jika ketentuan ini dilanggar maka akan dikenai sanksi pencabutan izin.
IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35
tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5
tahun. Permohonan perpanjangan IUPHKm diajukan kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) tahun sebelum izin berakhir.
IUPHKM dapat dihapus bila jangka waktu izin telah berakhir; izin dicabut
oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin;
izin diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan pernyataan tertulis
kepada pemberi izin sebelum jangka waktu izin berakhir; dalam jangka
waktu izin yang diberikan, pemegang izin tidak memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan; dan secara ekologis, kondisi hutan semakin rusak.
Hutan Kemasyarakatan diselenggarakan dengan berpedoman kepada tiga asas, yaitu:
- manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,
- musyawarah mufakat, dan
- keadilan.
Selain itu, penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan juga berpedoman kepada prinsipprinsip berikut:
- tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan,
- pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dilakukan dari kegiatan penanaman,
- mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya,
- menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa,
- meningkatkan kesejahtaraan masyarakat yang berkelanjutan,
- memerankan masyarakat sebagai pelaku utama,
- adanya kepastian hukum,
- transparansi dan akuntabilitas publik,
- partisipatif dalam pengambilan keputusan.
Pemegang IUPHKm dapat mengajukan
permohonan memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Kemasyarakatan (IUPHHKHKm).Permohonan IUPHHK HKm diajukan oleh
pemegang IUPHKm yang telah berbentuk koperasi kepada Menteri. IUPHHKHKm
hanya dapat dilakukan areal kerja yang berada di kawasan hutan produksi
dan diberikan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu
yang merupakan hasil penanamannya.
HUTAN KEMASYARAKATAN: HAK KELOLA RAKYAT dan PENYELESAIAN KONFLIK
Saat ini terdapat lebih 50 juta penduduk
miskin Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang
menggantungkan penghidupannya akan sumberdaya hutan. Karenanya,
kebijakan HKm selain bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat juga untuk
mengatasi masalah kemiskinan dengan membuka akses dan ruang kawasan
hutan bagi masyarakat.
Dengan keberadaan Hutan Kemasyarakatan,
ada beberapa manfaat yang diperoleh bagi masyarakat, pemerintah dan
terhadap fungsi hutan yaitu:
1. Bagi Masyarakat, HKm dapat :
1. Bagi Masyarakat, HKm dapat :
- memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan,
- menjadi sumber mata pencarian,
-
ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan pertanian terjaga, dan -
hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
2. Bagi pemerintah, HKm dapat :
- sumbangan tidak langsung oleh masyarakat melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana, dan
- kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan.
3. Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, HKm dapat :
- mendorong terbentuknya keanekaragaman tanaman,
- terjaganya fungsi ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan, dan
- menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Selain itu, HKm diharapkan mampu
mengubah paradigma pengelolaan hutan yang sentralistik, yang telah
menimbulkan deforestasi, marginalisasi hakhak masyarakat,
keterpinggiran budaya dan kemiskinan. Melalui HKm diharapkan perencanaan
dan penetapan kawasan hutan dapat dilakukan dari bawah yaitu
berdasarkan fakta lapangan yang memperhatikan keberadaan masyarakat yang
hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Keberadaan HKm diharapkan mampu
menyelesaikan konflikkonflik kehutanan dengan memberikan akses dan hak
mengelola terkait klaim masyarakat dalam penguasaan kawasan hutan. Dalam
konteks tersebut, HKm diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dan
transformasi ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
hutan yang membutuhkan pengakuan dan kepastian tenurial.
KEGIATAN YANG DAPAT DILAKUKAN di HKM
a. HKM pada hutan lindung, meliputi kegiatan:
a. HKM pada hutan lindung, meliputi kegiatan:
- Pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya pohon serbaguna, budidaya burung walet, penangkaran satwa liar, rehabilitasi hijauan makanan ternak);
- Pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan/ atau penyimpanan karbon);
- Pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, bambu, madu, getah, buah, jamur)
b. HKM pada hutan produksi meliputi kegiatan:
- pemanfaatan kawasan; (a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur; d. budidaya lebah; e. penangkaran satwa; dan f. budidaya sarang burung walet)
- penanaman tanaman hutan berkayu
- pemanfaatan jasa lingkungan; (a. pemanfaatan jasa aliran air; b. pemanfaatan air; c. wisata alam; d. perlindungan keanekaragaman hayati; e. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; dan f. penyerapan dan/ atau penyimpanan karbon)
- pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; (a. rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil; b. getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil)
- pemungutan hasil hutan kayu; dan
- pemungutan hasil hutan bukan kayu. (syarat dan ketentuan berlaku)
TANTANGAN
Target HKm oleh Kemenhut hingga 2014
adalah 2 juta ha. Namun hingga akhir 2011 Kemenhut baru mendapatkan
pengusulan dari Kabupaten/Kota seluas kurang lebih 700 ribu ha (35%) dan
sudah diverifikasi seluas 571.000 ha (28,6%). Dari jumlah tersebut,
yang sudah ditetapkan areal kerjanya seluas 177.484 (8,9%) ha dan sudah
mendapatkan izin usaha pemanfaatan HKm seluas 46.435 ha (2,3%).
Belum tercapainya target tersebut, disebabkan oleh beberapa tantangan berikut:
- Proses penetapan Areal Kerja HKm dan IUPHKm lebih lama dari waktu yang ditentukan. Menurut aturan, proses penetapan Areal Kerja HKm oleh Menteri Kehutanan selambatlambatnya 60 hari kerja setelah adanya usulan dari Bupati/Walikota/Gubernur. Sesudahnya, penetapan IUPHKm selambatlambatnya 40 hari kerja setelah adanya penetapan Areal Kerja HKm. Kenyataannya tidak ada satupun penetapan Areal Kerja HKm dan penetapan IUPHKm sesuai dengan aturan tersebut dan tidak ada sanksi atas keterlambatan proses tersebut. Keterlambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh tidak ada sinergi antar direktorat di Kemenhut untuk mendorong penyederhanaan proses perizinan HKm. Misal, antara Dirjen BPDASPS, BUK dan Badan Planologi, khususnya eselon tiga ke bawah yang belum memiliki kesepahaman yang sama dalam penetapan Areal Kerja HKm.
- Proses pemetaan yang sentralistik. Untuk memperoleh IUPHKm diperlukan peta calon lokasi HKm. Namun menurut Badan Planologi, banyak peta calon lokasi HKm yang telah dibuat tidak sesuai dengan standar perpetaan Kemenhut. Saat ini ada proses verifikasi peta yang dilakukan oleh BPDAS dan BPKH. Dalam hal ini ada pengakuan sentralistik dalam perpetaan dan ditambah lagi persoalan kebiasaan fasilitasi peta untuk perusahaan yang memberi benefit, sebaliknya untuk lokasi HKm tidak.
- Peraturan tentang HKm yang tidak sinkron. Dalam P.37/2007 disebutkan bahwa pene tapan HKm hanya dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung saja. Sementara pada PP 6/2007 disebutkan bahwa selain hutan produksi dan hutan lindung, HKm juga dapat ditetapkan pada kawasan Konservasi (kecuali Cagar Alam dan Zona Inti Taman Nasional). Salah satu contohnya, tidak adanya sinkronisasi peraturan tersebut menjadi kendala dalam penetapan HKm di kawasan Tahura Sumber Agung dan Talang Mulya di Lampung.
- HKm adalah kebijakan pemberian hak kelola hutan kepada kelompok yang sebenarnya tidak berbasis budaya masyarakat. HKm adalah polapola yang dikompilasi dari kelompokkelompok dengan berbasis pada manajemen modern. Modelmodel pengelolaan secara kelompok ini tidak dikenal oleh masyarakat dalam sejarahnya pengelolaan hutannya.
- Di dalam proses pengakuan dan perizinan HKm terdapat ketidakkonsistenan pemerintah. Di dalam pasal 12 ayat 3 Permenhut P.37/2007 disebutkan bahwa fasilitasi pengembangan kelompok, pengajuan permohonan izin, penyusunan rencana kerja, hingga pemberdayaan dan pasar bagi HKm wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota yang dibantu pemerintah provinsi. Namun kenyataan di lapangan, beberapa fasilitasi HKm dilakukan oleh LSM dengan bantuan donor, dan belum ada yang dilakukan oleh pemerintah. Dan tak jarang dalam pengajuan penetapan Areal Kerja HKm maupun IUPHKm dari tingkat masyarakat justru terbentur pada pemerintah provinsi.
- Terkait pembiayaan, setelah IUPHKm diperoleh, kelompok masih memiliki kewajiban yang harus dilakukan, seperti tata batas, rencana umum dan rencana operasional, pengamanan areal, penataan tata usaha pemanfaatan hasil hutan, dan laporan kerja pemanfa atan hasil hutan kepada pemberi izin. Serta adanya rencana pemanfaatan kayu pada kawasan Hutan Produksi jika masyarakat ingin memanfaatkannya. Seluruh kewajiban tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit bagi kelompok.
- Tingginya persyaratan yang harus dipenuhi dalam menyusun Rencana Umum (RU) dan Rencana Operasional (RO) menjadi kendala bagi kelompok setelah mendapatkan IUPHKM. Selain itu, ketiadaan fasilitasi dari pemerintah untuk peningkatan kapasitas dalam penyusunan RO dan RU tersebut, menjadikan kelompok tidak dapat menjalankan izin yang telah diperolehnya. Padahal, pemerintah berkewajiban dalam meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat. Kenyataanya, berdasarkan pembelajaran dari beberapa kelompok HKm yang sudah berjalan, percepatan penyusunan RU dan RO tak lepas dari fasilitasi oleh LSM.
- Kebijakan administrasi wilayah hutan; hingga saat inibelum ada kejelasan batasan hak masyarakat untuk mengelola areal Hutan Produksi. Kesalahan pemetaan Hutan Produksi pada zaman orde baru masih menjadi acuan dalam pencadangan Areal Kerja HKm. Sehingga konflik legalitas lahan belum terselesaikan. Banyaknya kepemilikan tanah masyarakat yang sejak lama telah berada di kawasan Hutan Produksi belum tertuntaskan dengan baik. Oleh karena itu, masih diperlukan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional dalam menyelesaian persoalan ini.
- Hingga saat ini, belum ada satupun kelompok HKm yang mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu HKm (IUPHHKHKm) untuk Areal Kerja HKm di Hutan Produksi, seperti yang dialami oleh Kelompok HKm di Yogyakarta dan Buleleng. Beberapa hal yang menjadi kendala proses perizinan tersebut, diantaranya:
- Belum adanya koordinasi antar direktorat di Kementerian Kehutanan dalam penyelesaian masalah ini. Program HKm menjadi domain Direktorat BPDASPS, tetapi yang mengeluarkan IUPHHK menjadi domain Direktorat Bina Usaha Kehutanan (BUK).
- Hal ini membuat kebingungan bagi koperasi HKm yang akan mengajukan IUPHHK. Setelah semua persyaratan telah dilengkapi, ke direktorat mana proses pengajuan ini ditujukan?
- Kebingungan tersebut berimplikasi menghambat proses di tingkat tapak. Sebagai contoh, untuk tindakan penjarangan tanaman. Secara teknis silvikultur, penjarangan merupakan tindakan pemeliharaan yang sesungguhnya tidak memerlukan IUPHHK. Namun secara administrasi dan tata niaga kayu, penjarangan juga tindakan pemanfaatan sehingga ketika akan dilakukan diperlukan IUHHK HKm.
- Dampak berikutnya, masyarakat anggota kelompok HKm maupun LSM melihat pemerintah belum serius dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan
Dulamayo merupakan salah satu hutan serbaguna (Multipe Use Forestry)
yang sesuai dengan pengertiannya adalah praktek kehutanan yang mempunyai
dua tau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa atau
keuntungan lainnya. Dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan
tanaman pertanian atau kegiatan peternakan. Walaupun demikian hutan
serbaguna tetap merupakan kehutanan (dalam arti penekanananya pada aspek
pohon, hasil hutan dan lahan hutan), dan bukan merupakan bentuk
pemanfaatan lahan terpadu sebagaiman agroforestry yang secara terencana
diarahkan pada pengkombinasian kehutanan dan pertanian untuk mencapai
beberapa tujuan yang terkait dengan degradasi lingkungan serta problema
masyarakat di pedesaan
Seacara geografis Hutan Pendidikan Gunung Damar Dulamayo terletak antara 000.41”- 000.43” LU dan 1220.54”- 1230.04”
BT, masih dalam wilayah Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Desa
Dulamayo Selatan dan Desa Dulamayo Utara adalah Desa yang berbatasan
langsung dengan Hutan Pendidikan Gunung Damar Dulamayo yang disahkan
oleh Menteri kehutanan RI pada bulan Oktober 2004.
Topografi dikawasan Hutan Pendidikan Gunung Damar Dulamayo ini
bervariasi dari datar hingga pegunungan dengan ketinggian rata-rata 900
dpl, tetapi pada umumnya memeiliki topografi yang berbukit-bukit dan
jarak antara satu dusun dengan dusun yang lain agak sulit dijangkau
karena medan apalagi pada saat musim hujan.
Jenis tanah yang berada pada lokasi Hutan Dulamayo ini adalah ordo
inceptisol. Tanah ini terbentuk pada daerah yang mempunyai curah hujan
sedang sampai tinggi. Kandungan liat pada tanah jenis ini sangat tinggi
hal ini terlihat jika saat pada musim kemarau tanahnya seperti retak
sedangkan saat musim hujan terjadi genangan.
Iklim di Hutan Dulamayo curah hujan tahunan menunjukan rata-rata 1.345
mm/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan maret. Daerah ini mempunyai
11 bulan basah (>100 mm) dan 1 bulan kering (,60 mm) sehingga
termasuk tipe iklim A (Schmid dan Ferguson).
Penduduk Desa Dulamayo Selatan berjumlah 2.035 jiwa dan Desa Dulamayo
Utara berjumlah 1.665 jiwa,sehingga rata-rata jumlah anggota dalam satu
keluarga adalah 3-4 orang dengan kepadatan penduduk berjarak 20
jiwa/km. Tingkat kepadatan penduduk masih sangat rendah, ini berarti
wilayah tersebut perbandingan antar penduduk terhadap luasan wilayahnya
secara kuantitatif masih relatif keil atau dapat dikatakan bahwa
ketersediaan lahan rata-rata untuk setiap penduduk masih cukup tersedia
luas. Ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk yang tinggal disetiap
dusun masih sangat jarang dan masyarakat sangat menggantungkan hidupnya
dari hutan dan perkebunan.
Aksebilitas menuju desa ini relatif lancar, sarana dan prasarana yang
digunakan oleh masyarakat adalah kenderaan beroda dua dan beroda
empat,namun kebanyakan masyarakat setempat menggunakan kenderaan beroda
dua karena kondisi jalan yang menanjak. Waktu tempuh dari kota ke desa 1
jam 30 menit dan dari kabupaten ke desa 60 menit.
Masyarakat Desa Dulamayo merupakan masyarakat yang tinggal didalam dan
disekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola hutan negara
dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Hutan negara yang dapat
dikelola oleh masyarakat Dulamayo. Pemberian akses ini dituangkan dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan
Desa,yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan
yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan
lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin
pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang
bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri
Kehutanan berdasarkan usulan bupati/walikota (Pusat Informasi
Kehutanan,2008).
Untuk dapat menegelola hutan desa dulamayo ini , Kepala Desa membentuk
Lembaga Desa yang nantinya bertugas mengelola hutan Dulamayo yang secar
fungsional berada dalam Organisasi desa. Yang perlu dipahami adalah hak
pengelolaan hutan desa ini bukan merupakan kepemilikan atas kawasan
hutan,karena itu dilarang memindahtangankan, serta mengubah status dan
fungsi kawasan hutan. Intinya Hak pengelolaan Hutan Desa Dulamayo
dilarang untuk kepentingan di luar rencana pengelolaan hutan, dan harus
dikelola berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari.
Lembaga Desa yang akan mengelola hutan ini mengajukan permohonan hak
pengelolaan kepada Gubernur melalui bupati/walikota. Apabila
disetujui,hak pengelolaan hutan ini diberikan untuk jangka waktu paling
lama 35 tahun,dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi yang
dilakukan paling lama setiap lima tahun sekali. Dengan mendapat hak
pengelolaan hutan,masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan
berpotensi sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal
ini dimungkinkan karena pemegang hak pengelolaan hutan desa berhak
memanfaatkan kawasan,jasa lingkungan,pemungutan hasil hutan kayu dan
bukan kayu. Namun untuk di hutan lindung tidak diijinkan memanfaatkan
dan memungut hasil hutan kayu.
B. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Masyarakat yang disekitar kawasan hutan dulamayo mereka telah memiliki
hak penuh untuk melakukan berbagai kegiatan usaha karena mereka
merupakan penduduk asli yang telah menetap di sekitar kawasan hutan
tersebut dan memiliki surat sertfikat Hak atas Pemilikan Tanah.
Sehingganya mereka Untuk memenuhi kebutuhan hidup, kesempatan yang
diberikan kepada mereka biasanya dengan melakukan usaha tani seperti
penanaman jenis tanaman semusim maupun tahunan disekitar areal hutan.
Jenis komoditi yang dikembangkan oleh masyarakat dulamayo sangat
bervariasi dari berbagai tanaman pangan dan palawija ( jagung dan
sayur-mayur), tanaman kehutanan (cengkeh,vanili,dan kemiri),tanaman
obat-obatan ( Jahe,temulawak,kunyit), tanaman buah-buahan (langsat,
durian, coklat), dan tanaman penghasil lainnya yang tidak kalah penting
seperti tanaman perkebunan. tetapi yang memiliki nilai yang
tertinggi yaitu jagung karena jagung merupakan sumber bahan makanan
sekunder dan untuk yang ke enam jenis ini merupakan sebagai sumber
penghasil uang tunai utama bagi masyarakat. Jenis ini selain
dikomersilkan ada juga yang disubsitenkan (dipakai sendiri).
b. Tujuan
Pada
kawasan Hutan Pendidikan Gunung Damar Dulamayo,hasil pertanian yang
diperoleh masyarakat sekitar untuk menutupi kebutuhan hidupnya tidaklah
cukup.Oleh karena itu, disamping bertani mereka juga melakukan
pemanfaatan sumberdaya hutan ( seperti pengambilan kayu illegal ),yang
memberikan dampak negatif dilingkungan sekitarnya yaitu terjadinya
degradasi lingkungan seperti banjir serta musim kemarau yang
berkepanjangan. Dan pemanfatan lahan secara sosial masyarakat di Desa
Dulamayo Selatan dan Desa Dulamayo Utara bukanlah masyarakat yang
terisolasi, namun tingginya kebutuhan ekonomi yang sangat dirasakan oleh
masyarakat menyebabkan mereka melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan
yang seringkali bersifat negatif sehingga memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan dan alam sekitarnya.
Masyarakat yang menggantungkan hidupnya secara langsung atau tidak
langsung dari hutan ( dan Lahan hutan )jumlahnya tergolong tidak kecil.
Bentuk usaha tani hutan yang dilakukan sebagian masyarakat sekitar hutan
saat ini adalah pembukaan lahan untuk penanaman tanaman perkebunan dan
pertanian. Intinya mereka melakukan semuanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERMASALAHAN
Terdapat lima isu strategis yang perlu diperhatikan dalam implementasi
”Rencana Makro Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan ”
sebagai respon dari kondisi umum masyarakat didalam dan disekitar hutan
sebagaimana diuraikan sebagai berikut
v Pertama, isu kebijakan
v Kedua, isu sosial ekonomi
v Ketiga,isu kelembagaan
v Keempat, isu sumber daya manusia
v Kelima,isu sumber daya hutan
1. Isu Kebijakan
Terdapat empat isu kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan
masyarakat di dalam dan disekitar hutan,yaitu: terbatasnya pengaturan
akses masyarakat terhadap sumber daya hutan, tingginya ketergantungan
masyarakat terhadap program pemerintah dan pihak lainnya, pemberdayaan
masyarakat tidak tepat sasaran, dan kebijakan pemberdayaan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan yang tidak konsisten.
a. Isu Kebijakan I
Konsekuensi dari terbatasnya pengaturan akses masyarakat terhadap
sumber daya hutan adalah kurangnya rasa kepemilikan masyarakat terhadap
sumber daya hutan,terbatasnya akses masyarakat dalam memperoleh
pendapatan,ketidakpastian pengelolaan hutan oleh masyarakat, rendahnya
pemanfaatan potensi sumber daya hutan oleh masyarakat, rendahnya posisi
tawar masyarakat, dan meningkatnya gangguan terhadap sumber daya hutan.
b. Isu kebijakan 2
Permasalahan lain dalam lingkup kebijakan pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan adalah tingginya ketergantungan masyarakat terhadap
program pemerintah dan pihak lainnya. Hal ini berujung pada rendahnya
inisiatif dan inovasi masyarakat dalam pengelolaan hutan sehingga
masyarakat menjadi pasif dan tidak mandiri. Selain itu, tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap program pemerintah dan pihak lainnya
juga berakibat pada lemahnya aspirasi masyarakat terhadap pengelolaan
hutan.
c. Isu Kebijakan 3
Isu kebijakan penting lainnya adalah program pemberdayaan
masyarakat yang tidak tepat sasaran. Program pemberdayaan yang tidak
tepat sasaran ini mengakibatkan pemborosan dana , waktu, dan tenaga.
Selain itu pengembangan potensi masyarakat menjadi tidak optimal dan
masyarakat semakin tidak berdaya dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Akibatnya masyarakat sekitar hutan tetap miskin dan muncul kecemburuan
sosial di antara anggota masyaraat, yang bermuara pada semakin tidak
harmonisnya hubungan masyarakat dan sumber daya hutan.
d. Isu Kebijakan 4
Selain program pemberdayaan masyarakat yang tidak tepat sasaran
kebijakan pemberdayaan masyarakat di dalam dan disekitar hutan yang
tidak konsisten juga merupakan masalah yang harus segera ditangani
secara sungguh-sungguh. Kebijakan yang tidak mengakibatkan kerusakan
sumber daya hutan yang semakin hebat, upaya pengembangan ekonomi
masyarakat. Selain itu kebijakan yang tidak konsisten juga
membingungkan masyarakat dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah yang berakibat pada tidak tercapainya tujuan pemberdayaan
masyarakat. Hal ini berarti program pemberdayaan masyarakat tidak
efisien dan berpotensi memicu konflik diantara pihak.
2. Isu Sosial Ekonomi
Selain berkaitan dengan isu kebijakan, pemberdayaan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan berkaitan erat dengan isu sosial ekonomi.
Berdasarkan analisis kondisi saat ini, ada tiga permasalahan sosial
ekonomi yang harus diselesaikan dalam pemberdayaan masyarakat sektor
kehutanan,yaitu: rendahnya pendapatan,kurangnya lapangan kerja,
rendahnya kesehatan, tingginya jumlah penduduk miskin, rendahnya
jejaring informasi,dan terbatasnya modal ekonomi masyarakat.
a. Isu Sosial Ekonomi I
Konsekuensi dari rendahnya pendapatan masyarakat adalah sumber daya
hutan cenderung semakin rusak, masyarakat semakin sulit mengembangkan
potensi diri, standar minimal kebutuhan masyarakat sulit terpenuhi, dan
pada akhirnya masyarakat kurang dapat berpastisipasi dalam program
pembangunan.terpenuhi, dan pada akhirnya masyarakat kurang dapat
berpastisipasi dalam program pembangunan.
b. Isu Sosial Ekonomi 2
Kurangnya lapangan kerja yang tersedia menyebabkan masyarakat semakin
tergantung pada sumber daya hutan dan masyarakat cenderung melegalkan
segala cara dalam mengeksploitasi sumber daya hutan. Kurangnya lapangan
kerja mengakibatkan banyak pengangguran maupun setengah penganggur,
sehingga produktivitas masyarakat rendah dan mudah dihasut untuk
melakukan kegiatan apapun. Akibatnya, kelestarian sumber daya hutan
semakin terancam.
c. Isu Sosial Ekonomi 3
Rendahnya Tingkat kesehatan juga meruapakan tantangan yang harus
diatasi dalam pemberdayaan masyarakat, sebab tingkat kesehatan yang
rendah mengakibatkan rendahnya potensi sumberdaya manusia kehutanan yang
ditandai dengan rendahnya kinerja,produktivitas, dan mobilitas sehingga
masyarakat menjadi urangmampu berpastisiasi dalam pembangunan
kehutanan.
3. Isu Kelembagaan
Aspek kelembagan merupakan salah satu hal terpenting dalam rencana
pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar hutan . ada tiga isu pokok
dalam aspek kelembagaan pemberdayaan masyarakat sektor kehutanan yakni :
a. Isu Kelembagaan I
Isu pertama yakni kurangnya peran dan sinergitas diantara para pihak
(stakeholder),baik sinergitas antar sektor maupun antar tingkat
pemerintahan mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dan/atau esenjangan
kegiatan sehingga tida efektif dan efisien. Hal ini juga berakibat
pada sulitnya menciptakan komitmen bersama dalam mengembangkan potensi
sumberdaya hutan secara optimal yang bermuara pada kurang optimalnya
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Akhirnya, akibat dari kurangnya peran
dan sinergitas diantar pihak maka laju pemberdayaan masyarakat sektor
kehutanan menjadi lambat.
b. Isu kelembagaan 2
Permasalahan kelembagaan lainnya adalah lemahnya akses masyarakat
terhadap masyarakat
(finansial,lahan,saprodi),pasar,iptek,informasi,dan dalam proses
pengambilan kebijakan. Hal ini menyebabkan masyarakat tetap dalam
kondisi marginal dan apatis sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat
untuk memperoleh modal pengembangan terbatas. Akhirnya, masalah
lemahnya akses masyarakat terhadap modal mengakibatkan
masalah turunan yaitu program pemberdayaan masyarakat bersifat top
down dan tidak tepat sasaran.
c. Isu Kelembagaan 3
Terakhir, aspek kelembagaan yang perlu dibenahi adalah lemahnya data
dan informasi tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta
kurangnya kepedulian terhadap data. Lemahnya data dan informasi
mengakibatkan rendahnya akurasi dan kepedulian terhadap data adalah
releksi dari perencanaan yang ceroboh atau terkesan asal jadi. Dalam
tataran implementasi kebijakan terjadi kesenjangan informasi sehingga
pengelolaan sumber daya hutan kurang optimal. Akibat lemahnya data dan
informasi, potensi masyarakat tidak dapat tergali secara optimal,
sehingga sulit melakukan evaluasi dan akhirnya terjadi kesalahan dalam
pengambilan keputusan.
4. Isu Sumber Daya Manusia
Secara umum ada 2 isu penting yang menyangkut sumber daya manusia dalam
pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar hutan, yakni pertama,
kurangnya kemampuan ( kuantitas dan kualitas) aparat pemerintah dalam
memfasilitas pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dan
kedua, kemampuan sumber daya manusia rendah (masyarakat, pemerintah,
pengusaha hutan) termasuk dalam mengemukakan pendapat.
a. Isu Sumber Daya Manusia 1
Kurangnya kemampuan (kuantitas dan kualitas) aparat pemerintah dalam
memfasilitasi pemberdayaan masyarakat di dalam dan disekitar hutan,
berakibat kegiatan pemberdayaan kurang memperhatikan proses, pencapaian
tujuan dan sasaran program kurang optimal, kegiatan usaha produktif
masyarakat tidak berjalan lancar, masyarakat tetap tidak berdaya, daya
inovasi kurang, dan informasi kemasyarakat bias. Selanjutnya, program
pemberdayaan menjadi tidak terintegritasi dan berpotensi terjadi
penyimpangan yang bermuara pada rendahnya kualitas pelayanan.
b. Isu Sumber Daya Manusia 2
Rendahnya kemampuan SDH (masyarakat, pemerintah, pengusaha hutan)
meneyebabkan sumber daya manusia tidak adptif dan membuka celah
terjadinya miskomunikasi dan disinformasi sehingga pelaksanaan program
dan pencapaian sasaran kegiatan pemberdayaan tidak efektif. Secara umum
akibat rendahnya kemampuan SDM maka penyerapan program juga menjadi
rendah dan rendahnya kemampuan masyarakat mengemukakan pendapat
berdampak pada cukup sulitnya menangkap aspirasi masyarakat dalam
melaksanakan program pemberdayaan.
5. Isu Sumber Daya Hutan
Ada dua isu penting yang berkaitan dngan sumber daya hutan serbaguna
dalam hubungannya dengan program pmverdayaan masyarakat disektor
khutanan, yaitu : smakin lusanya hutan yang rusak ,ketergantungan
masyarakat terhadap sumbr daya hutan .
a. Isu Sumber Daya Hutan 1
Konskunsi dari semakin luasnya hutan yang rusak adalah kehidupan
masyarakat sekitar hutan semain sulit,total produksi sumber daya hutan
menurun, dan turunnya kualitas lingkungan (iklim, kenaekaragaman hayati,
banjir, longsor, kekeringan, hama dan penyakit, bentang alam).
b. Isu Sumber Daya Hutan 2
Isu sumber daya hutan juga berkaitan erat dengan ketergantungan
masyarakat terhadap sumber daya hutan serbaguna mengakibatkan
eksploitasi sumber daya hutan semakin besar dan hutan semakin sempit.
Namun disi lain, dengan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap
sumber daya hutan maka (diharapkan) kesadaran masyarakat menjaga dan
memelihara kelestarian sumber daya hutan juga semakin besar.
Sejak awal reformasi dan otonomi daerah, dalam pengolahan kawasan hutan
dan lahan telah terjadi tarik menarik antara pemerintah pusat dengan
pemrintah daerah (propinsi dan gorontalo) dalam hal pengaturan wewewnang
dan tanggung jawab pengelolaan hutan. Pemerintah daerah yang selama
ini hanya hanya menunggu petunjuk dan aturan dari pusat dalam mengelola
sumberdaya hutan sudah memeiliki wewenang dan tanggung jawab dalam
pengelolaan hutan. Kerancuan dan perbedaan pemahaman dalam pengelolaan
hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyebabkab
semakin merosotnya mutu sumber daya hutan dengan semakin maraknya
illegal loging (penebangan liar) dan perambahan kawasan hutan
dimana-mana. Dan masih begitu banyak masalah yang terjadi di kawasan
hutan antara lain :
Ø Belum jelasnya acuan dalam menentukan batas wilayah administrasi dalam kawasan hutan
Ø Keberadaan desa dan pemukiman dalam kawasan hutan
Ø Sistem tata hubungan kerja pusat dan daerah dalam pemberian akses,fasilitas pembinaan,pengendalian HKm dan hutan desa
Ø Pendanaan fasilitasi peningkatan Kapasitas masyarakat di kabupaten belum jelas Sumbernya.
Ø Tanaman hasil rehabilitasi (dana pemerintah) dalam areal HKm.
Ø Areal
Hutan Dulamayo yang akan ditetapkan masuk areal HTR yang sudah
ditetapkan Menhut. Karena terdapat tanaman hasil rehabilitasi tidak
mungkin dapat diterbitkan ijin HTR..
B.TINDAK LANJUT
Untuk mengatasi semua masalah yang terjadi diantara kawasan hutan serba guna antara lain:
1. Menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Tidak ada
masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian pasti
sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan
cara mendorong , memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimilkinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Penguatan ini
meliputi pembukaan ases kepada berbagai peluang yang dapat membuat
masyarakat kawasan hutan dulamamyo menjadi makin berdaya serta
langkah-langkah peningkatan taraf pendidikan,derajat kesehatan serta
akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi,
informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukan pemberdayaan dapat berupa
pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik seperti irigasi,
jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah, fasilitas pelayanan
kesehatan yang yang dapat di akses masyarakat lapisan terbawah serta
ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di
pedesaan dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat
kurang. Untuk itu perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang
berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan selain
menguatkan individu anggota masyarakat,juga pranata-pranatanya,
pembaharuan kelembagaan sosial dan ekonomi serta pengintegrasinya ke
dalam kegiatan social forestry.
3. Memberdayakan
juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah yang lemah makin bertambah lemah oleh karena kekurangan
berdayaan dalam mengahadapi yang kuat. Melindungi dalam hal ini dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang
serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Adanya peraturan
perundang-undangan yang secara jelas dan tegas melindungi golongan yang
lemah sangatlah diperlukan. Pemberdayaan masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian, karena setiap apa yang
dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri.
4. Mengadakan
Penyusunan perjanjian kerjasama. Dalam proses penyusunan perjanjian
kerjasama yang terlibat antara lain perum perhutani, Pemerintah Daerah,
Kecamatan, Desa dan stakeholder lainny. Hasilnya berupa Nota
Kesepakatan kerjasama atau Perjanjian kerjasama antar MDH dan Perhutani
atau antara MDH, Perhutani, dan stakeholder. Untuk meningkatkan
kepercayaan antar pihak-pihak yang bekerjasama, Nota Kerjasama
Perjanjian Kerjasama tersebut dilegalisasi oleh Notaris. Artinya bahwa
kedua belah pihak telah terikat secara hukum untuk bekerja sama, mungkin
dalam hal pembiayaan , pengelolaan, permodalan, pemasaran hasil,
pembagian keuntungan, dan lain-lain sesuai kesepakatan yang telah
disetujui bersama .
Perjanjian bersama dapat berlaku untuk jangka waktu I (satu) daur
tanaman pokok atau tanaman buah-buahan yang disepakati bersama dan
berlaku terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani. Namun dapat
pula perjanjian kerjasama tersebut berlaku hanya satu kali musim tanam
seperti tanaman pisang, vanili, dan lain-lain yang diusahakan melalui
pemanfaatan lahan dibawah tegakan (PLDT) atau lahan pasca tebangan.
Perjanjian kerjasama umumnya dievaluasi setia I tahun dan bila salah
satu pihak melanggar kesepakatan maka dapat dikenai sanksi. Bila jangka
waktu tersebut telah berakhir, dapat dilakukanm perjanjian kerjasama
kembali sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Jika semua ini dilakukan dengan baik maka kawasan hutan akan dalam
keadaan baik dan terus memberikan fungsi yang serbaguna terhadap kita
semua sesuai dengan fungsinya .
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Ø Hutan
Serba Guna ( Multipe Use Forestry) adalah praktek kehutanan yang
mempunyai dua atau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa
atau keuntungan lainnya.
Ø Kepala
Desa membentuk Lembaga Desa yang nantinya bertugas mengelola hutan
Dulamayo yang secara fungsional berada dalam Organisasi desa.
Ø Terbatasnya pengaturan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan
Ø Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap program pemerintah dan pihak lain dari segi kebijakan
Ø Tingginya jumlah penduduk miskin dari segi sosial ekonomi
Ø Lemahnya akses masyarakat terhadap modal, pasar, iptek, an dalam proses pengambilan kebijakan ari segi kelembagaan.
Ø Kemampuan sumberdaya manusia rendah termasuk dalam mengemukakan pendapat dari segi sumberdaya manusia.
Ø Kehidupan
masyarakat sekitar hutan semakin sulit semakin luas hutan rusak dan
ketergantungan masyarakat terhadap SDH hal ini dari segi sumberdaya
hutan
Ø Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
b. Saran
Pemateri menyarankan agar pemerintah terus meningkatkan Program
Pembinaan masyarakat Desa Hutan Dulamayo (PMDHD) yang bertujuan untuk
menciptakan lapangan kerja, kesempatan berusaha, meningkatkan
pendapatan penduduk dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Sasaran
utama pembinaan masyarkat desa hutan ini ditujukan kepada masyarakat
yang bermukim di dalam dan di sekitar hutan, dengan harapan bahwa bila
kesejahteraannya meningkat,maka akan timbul ”rasa memiliki” terhadap
hutan dan selanjutnya hutan terpelihara dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2003. kerusakan hutan makin luas. Kompas, 26 september 2000.Jakarta
(http://fiqihsantoso.wordpress.com/2008/06/17/konsep dan metode pemberdayaan masyarakat )
Awang,S., dkk. 2002. Kehutanan Masyarakat dan Problematika Lokal.Konsep dan Metode Pemberdayaan Masyarakat Indonesia.
Helmi. 2006. perjuangan menuju kepastian pengelolaan hutan oleh masyarakat dalam.
Hutan sangat bermanfaat bagi makhluk hidup yang ada di muka bumi maka, kami harus menjaga hutan untuk generasi yang akan datang
BalasHapus